Minggu, 06 Juli 2014

PERSEDIAAN BARANG DAGANG




1.       Persediaan
Menurut Ristono (2009) persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi disimpan sebelum digunakan atau dimasukkan ke dalam proses produksi, sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum dijual atau dipasarkan. Dengan demikian setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha umumnya memiliki persediaan.
Sedangkan perusahaan perdagangan minimal memiliki satu jenis persediaan, yaitu persediaan barang dagangan. Adanya berbagai macam persediaan ini menuntut pengusaha untuk melakukan tindakan yang berbeda untuk masing-masing persediaan, dan ini akan sangat terkait dengan permasalahan lain seperti masalah peramalan kebutuhan bahan baku serta peramalan penjualan atau permintaan konsumen.
Tujuan pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut :
a.    Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen).
b.    Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan :
Ø Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh.
Ø Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
c.    Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
d.   Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan biaya menjadi besar.
e.    Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena mengakibatkan biaya menjadi besar.
Biaya persediaan terdiri dari seluruh pengeluaran, baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang berhubungan dengan pembelian, persiapan, dan penempatan persediaan untuk dijual. Biaya persediaan bahan baku atau barang yang diperoleh untuk dijual kembali, biaya termasuk harga pembelian ,pengiriman, penerimaan, penyimpanan dan seluruh biaya yang terjadi sampai barang siap untuk dijual.
Persediaan biasanya merupakan aktiva lancar terbesar dari suatu perusahaan, dan diperlukan pengukuran yang tepat untuk menjamin laporan keuangan yang akurat.  Jika persediaan tidak dihitung secara tepat, pengeluaran dan penerimaan tidak dapat dicocokkan secara benar.  Jika persediaan akhir tidak benar, maka hasilnya adalah saldo-saldo dari neraca berikut ini juga tidak akan benar: persediaan barang dagangan, total aktiva, dan ekuitas pemilik modal.  Ketika persediaan akhir tidak benar, harga pokok penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam laporan laba rugi.

2.       Metode Pencatatan Persediaan
2.1         Metode Pisik/Periodik (Periodik/Phisical Inventory Sistem)
Sistem persediaan periodik memerlukan catatan akuntansi untuk menunjukkan jumlah persediaan yang ada di tangan di setiap waktu.  Sistem ini menggunakan akun yang terpisah dalam buku besar pembantu untuk masing-masing persediaan barang, dan akun tersebut diperbaharui setiap kali kuantitasnya bertambah atau diambil keluar.  Dalam sistem persediaan periodik, penjualan dicatat saat penjualan tersebut terjadi tetapi persediaannya tidak diperbaharui.  Pemeriksaan persediaan fisik harus dilakukan pada akhir tahun untuk menentukan harga pokok penjualan.  Tanpa melihat sistem akuntansi persediaan apa yang digunakan, adalah baik sekali untuk melakukan pemeriksaan persediaan fisik sedikitnya sekali setahun.
Berikut ini disampaikan pedoman penyusunan jurnal:
Rekening
Debet
Kredit
Pembelian barang dagang secara kredit/tunai
Pembelian
XXX

Utang dagang/kas

XXX
Retur pembelian barang dagang secara kredit/tunai
Utang dagang/kas
XXX

Retur pembelian

XXX
Penjualan barang barang dagang secara kredit/tunai
Piutang dagang/kas
XXX

Penjualan

XXX
(sebesar harga jual)


Retur penjualan barang dagang secara kredit/tunai
Retur penjualan
XXX

Piutang dagang/kas

XXX
(sebesar harga jual)



Metode persediaan periodik lebih sederhana dan lebih mudah penyelenggaraannya bila dibandingkan dengan metode perpetual. Namun ditinjau dari segi ketepatan dan kecepatan informasi yang dihasilkan, metode persediaan perpetual jauh lebih unggul. Setiap saat persediaan akhir dapat diketahui.
Metode ini sudah mulai ditinggalkan karena secara jelas tidak mendukung integrasi sistem dimana, sepanjang peridode akuntansi berjalan tidak tersedia data mengenai posisi persediaan. Hal ini menyebabkan data bagian akuntansi kurang mendukung operasional. Laporan neraca dan rugi laba tidak akan dapat dibuat sebelum nilai persediaan diketahui.

2.2         Metode Perpetual (Continual Inventory Sistem)
Setiap jenis barang dibuatkan kartu persediaan dan didalam pembukuan dibuatkan rekening pembantu persediaan. Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat pembelian, penjualan dan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan. Masing-masing kolom dirinci lagi untuk kuantitas dan harga perolehannya. Penggunaan metode perpetual akan memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba rugi jangka pendek, karena tidak perlu lagi mengadakan perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir.
Ciri-ciri terpenting dalam sistem perpetual pada perjurnalan adalah :
a.    Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebet rekening persediaan
b.    Harga pokok penjualan dihitung untuk tiap transaksi penjualan dan dicatat dengan mendebet rekening HPP pada persediaan.
c.    Persediaan merupakan rekening kontrol dan dilengkapi dengan buku pembantu persediaan yang berisi catatan untuk setiap jenis persediaan. Buku pembantu persediaan menunjukkan keuantitas dan harga perolehan untuk setiap jenis barang yang ada dalam persediaan.
Berikut ini disampaikan pedoman penyusunan jurnal:
Rekening
Debet
Kredit
Pembelian barang dagang secara kredit/tunai
Persed.  barang dagang
XXX

Utang dagang/kas

XXX
Retur pembelian barang dagang secara kredit/tunai
Utang dagang/kas
XXX

Persed. barang dagang

XXX
Penjualan barang dagang secara kredit/tunai
Piutang dagang/kas
XXX

Penjualan

XXX
(sebesar harga jual)


Harga pokok penjualan
XXX

Persed. barang dagang

XXX
(sebesar harga pokok)


Retur penjualan barang dagang secara kredit/tunai
Retur penjualan
XXX

Piutang dagang/kas

XXX
(sebesar harga jual)


Persed. barang dagang
XXX

Harga pokok penjualan

XXX
(sebesar harga pokok)



Dengan demikian pada saat penyusunan laporan keuangan tidak diperlukan ayat jurnal penyesuaian. Pencatatan transaksi ke dalam perkiraan persediaan, adalah berdasarkan harga pokok produksi, baik transaksi pembelian maupun penjualan. Metode ini akan menampilkan dapat menyediakan laporan neraca setiap saat baik untuk diprint out maupun secara visual. Walaupun sistem perpetual menyediakan data persediaan secara terus menerus namun tetap diperlukan perhitungan fisik yang berfungsi untuk mencocokan fisik dengan catatan buku.

3.       Metode Penilaian Persediaan
3.1         Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP/FIFO)
FIFO merupakan singkatan dari First in first out atau dalam bahasa Indonesia Pertama masuk pertama keluar yang berarti bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan (dalam perusahaan manufaktur atau dijual dalam perusahaan dagang), karena itu, persedian yang tersedia merupakan barang yang dibeli paling terakhir. Hal ini terutama untuk barang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Jadi metode FIFO dapat dikatakan konsisten dengan arus fisik atau pergerakan barang dagang. Sejauh ini hal ini benar, metode FIFO memberikan hasl-hasil yang sama dengan yang diperoleh melalui identifikasi biaya khusus setiap item yang dijual dan ada dalam persediaan. Dengan menggunakan metode FIFO, biaya dimasukkan dalam harga pokok penjualan sesuai dengan urutan terjadinya.
Kelebihan Metode MPKP/FIFO:
a.    Menghasilkan harga pokok penjualan yang rendah
b.    Menghasilkan laba kotor yang tinggi
c.    Menghasilkan persediaan akhir yang tinggi
Selama periode inflasi atau kenaikan harga, penggunaan FIFO akan mengakibatkan hal ini, tapi dalam kondisi ekonomi turun, terjadi kebalikannya.
Ada dua sistem pencatatan tentang barang dagang yaitu (1) sistem pencatatan periodik dan (2) sistem pencatatan terus menerus. Pada kesempatan ini, kami sajikan perbedaan metode FIFO dengan sisrem pencatatan secara periodik dengan sistem pencatatan secara terus menerus.
Untuk memudahkan pemahamannya, kami sajikan data satu jenis barang dagang berikut ini:
Saldo awal dan pembelian
1/1          Saldo awal      20 buah@Rp 250,00   = Rp   5.000,00
25/1        Pembelian        15 buah@Rp 260,00   = Rp   3.907,50
3/4          Pembelian        30 buah@Rp 265,00   = Rp   7.950,00
15/8        Pembelian        25 buah@Rp 274,00   = Rp   6.850,00
11/12      Pembelian        20 buah@Rp 275,50   = Rp   5.510,00
               Jumlah             110 buah                        Rp 29.217,50
Penjualan
10/2        Penjualan         30 buah@Rp 300,00   = Rp   9.000,00
5/4          Penjualan         25 buah@Rp 300,00   = Rp   7.500,00
12/12      Penjualan         30 buah@Rp 300,00   = Rp   9.000,00
Jumlah             85 buah                          Rp 25.500,00

Sistem Pencatatan Secara Periodik
Sistem Pencatatan Secara Terus Menerus

3.2         Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP/LIFO)
LIFO merupakan singkatan dari Last in first out atau dalam bahasa Indonesia, Terakhir masuk pertama keluar yang berarti bahwa persediaan yang terakhir masuk adalah barang yang pertama kali dicatat sebagai barang yang dijual. Produk yang kualitasnya semakin lama disimpan maka semakin bagus, tentu akan cocok menggunakn metode ini.
Kelebihan metode MTKP/LIFO:
a.    Menghasilkan harga pokok penjualan yang tinggi
b.    Menghasilkan laba kotor yang rendah
c.    Menghasilkan persediaan akhir yang rendah
Ada dua sistem pencatatan tentang barang dagang yaitu (1) sistem pencatatan periodik dan (2) sistem pencatatan terus menerus.
a.    Sistem Pencatatan Periodik
Adalah penilaian persediaan yang ditentukan dengan cara saldo periodic yang ada dikalikan harga pokok per unit barang yang masuk pada awal periode. Bila saldo periodic terlalu besar dari barang yang masuk pada awal periode, diambilkan dari harga pokok per unit yang masuk berikutnya.
b.   Sistem Pencatatan Terus Menerus
Adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaannya dilakukan secara terus-menerus dalam kartu persediaan. HPP dicatat berdasarkan harga pokok pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir. Dalam periode inflasi metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih terendah. Alasannya karena harga pokok barang yang diperoleh terakhir akan mendekati nilai ganti barang yang dijual. Bila dibandingkan dengan metode FIFO ataupun metode rata-rata dalam periode deflasi, pengaruh yang terjadi adalah kebalikannya.
Untuk memudahkan pemahamannya, kami sajikan data satu jenis barang dagang berikut ini:
PT.BARUGA memiliki data bulan  Maret 2005 mengenai barang dagangan berupa mesin cuci merek Toshiba sbb:
Tanggal              Pembelian                    Penjualan                     Saldo
2/3                      4.000@Rp 10,00                                             4.000
12/3                    12.000@Rp 11,00                                           16.000
25/3                                                        8.000                           8.000
29/3                    4.000@Rp 11,50

Sistem Pencatatan Terus Menerus 
Tgl
Pembelian
Penjualan
Saldo
Unit
Har-ga
Total
Unit
Har-ga
Total
Unit
Har-ga
Total
2/3
4.000
Rp 10
Rp 40.000



4.000
Rp 10
Rp 40.000
12/3
12.000
Rp 11
Rp 132.000



4.000
Rp 10








12.000
Rp 11
Rp 172.000
25/3



8.000
Rp 11
Rp 88.000
4.000
Rp 10








4.000
Rp 11
Rp 84.000
29/3
4.000
Rp 11,5
Rp 46.000



4.000
Rp 10








4.000
Rp 11








4.000
Rp 11,5
Rp 130.000

Jadi persediaan akhir adalah      = Rp 130.000
Harga Pokok penjualan                         = Rp 88.000 ( Rp 8.000 x Rp 11)


Sistem Pencatatan Periodik
Persediaan awal                         = 0 unit
Pembelian selama bulan maret   = 20.000 unit
               Tersedia dijual             = 20.000 unit
Penjualan Selma bulan maret     =   8.000 unit
               Persediaan akhir          = 12.000 unit
         
Dari pembelian 2/3   : 4.000 unit x Rp 10  = Rp 40.000
Dari pembelian 12/3 : 8,000 unit x Rp 11  = Rp 88.000
                                    12.000 unit              = Rp128.000       

Dengan demikian antara LIFO perpetual dengan LIFO periodik terdapat perbedaan sebesar = Rp 130.000 – Rp 128.000  = Rp 2.000
3.3         Metode Rata-Rata Tertimbang
Ikatan Akuntan Indonesia (2007:14.21) merumuskan biaya rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-ratatertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang serupa yang dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan secara berkala atau pada setiap penerimaan kiriman, bergantung pada keadaan perusahaan.
Asumsi metode ini adalah unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliaannya dan menghitung harga pokok penjualan serta persediaan akhir. Untuk memudahkan pemahamannya perhatikan contoh dibawah ini:
Barang Tersedia
Per Unit
1 Jan
Pembelian
200
$ 1
$200
9 Jan
Pembelian
300
$ 1,1
  300
15 Jan
Pembelian
400
$ 1,16
  464
24 Jan
Pembelian
100
$ 1,12
  126
Total Tersedia

1.000

1.120
Persediaan akhir rata-rata tertimbang


31 Jan

300
1,12
336
HPP Rata-rata tertimbang


Penjualan selama Januari
700
1,12
784
Unit biaya rata-rata tertimbang (1.120 / 1000 = 1.12)

3.4          Metode Rata-Rata Terus-Menerus / Rata-Rata Bergerak
Metode rata-rata digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing item dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Biaya rata-rata per unit dihitung dengan cara menjumlahkan unit yang dibeli dengan unit saldo, dan total biaya pembelian dengan total biaya saldo. Pengrata-rataan ini dinamakan dnegan rata-rata bergerak. Cara lain untuk mendapatkan biaya rata-rata per unit tentu bisa dilakukan, asal saja cara perhitungannya dilakukan dengan konsisten.
Contoh :
1 Mei   Persediaan       120 unit @ 54.000      = Rp 6.480.000,-
   5          Pembelian        180 unit @ 60.000      = Rp 10.800.000,-
   10        Penjualan         200 unit
   16        pembelian        200 unit @ 63.000      = Rp 12.600.000,-
   20        Pembelian        120 unit @ 64.000      = Rp 7.680.000,-
   26        Penjualan         280 unit
Perhitungan Persediaan metode rata-rata (Average)  menggunakan Kartu Persediaan
PT. ABC
KARTU PERSEDIAAN
Jenis Barang : XX
Satuan           : Unit
Metode          : Average


Masuk
Keluar
Saldo
Tgl
No. Bkt
Unit
HP (Rp)
Jumlah
Unit
HP (Rp)
Jumlah
Unit
HP (Rp)
Jumlah
2004










Mei.1
Sld
-
-
-
-
-
-
120
54.000
6.480.000
       5

180
60.000
10.800.000
-
-
-
300
57.600
17.280.000
10

-
-
-
200
57.600
11.520.000
100
57.600
5.760.000
16

200
63.000
12.600.000
-
-
-
300
61.200
18.360.000
20

120
64.000
7.680.000
-
-
-
420
62.000
26.040.000
26

-
-
-
280
62.00
17.360.000
140
62.000
8.680.000
31
sld
500
-
31.080.000
480
-
28.880.000
140
62.000
8.680.000














Dari data di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
Persediaan awal periode                        120 unit           Rp   6.480.000,00
Total Pembelian selama bulan mei         500 unit           Rp 31.080.000,00
Total Barang Tersedia untuk dijual       620 unit           Rp 37.560.000,00
Total HPP selama bulan mei                 (480 unit)        (Rp 28.880.000,00)
Saldo Persediaan akhir periode         140 unit          Rp   8.680.000,00

3.5          Metode Identifikasi Khusus































































































Metode identifikasi khusus (specific identification). Metode ini adalah metode yang paling sempurna dalam menentukan berapa nilai persediaan yang ada karena setiap unit barang yang dibeli, digunakan, dan yang tersisa diidentifikasikan secara khusus berikut harga belinya.
Metode ini umumnya digunakan pada perusahaan dagang. Produk yang dijual adalah produk yang memiliki identifikasi khusus. Contohnya adalah perusahaan penjualan perhiasan, penjual mobil bekas, dan lainnya. Jadi, umumnya secara kuantitas produknya tidak banyak dan masing-masing unit memiliki nilai signifikan.
Kelemahan mendasar dari metode ini terlihat ketika jenis barang yang disimpan sebagai persediaan adalah barang yang identik dan dapat dipertukarkan serta dalam kuantitas yang banyak. Sebagai ilustrasi, dibayangkan bagaimana pemakaian metode ini pada perusahaan dagang gula. Pembelian gula dilakukan beberapa kali dalam frekuensi yang tinggi dan tidak selalu dengan harga yang sama. Demikian juga dengan penjualannya.
Pembelian dan penjualan tidak selalu dalam kuantitas yang sama sehingga muncul persediaan yang bisa berasal dari beberapa harga pembelian. Padahal secara fisik persediaan gula tidak dapat dibedakan asalnya berdasarkan harga beli. Akibatnya tentu sangat sulit mengidentifikasikan barang tersebut karena gula dalam karung identik dan dapat tertukar dalam proses penyimpanan maupun pengambilannya.
Contoh:
Terdapat persediaan akhir barang AB sebanyak 7500 kg yang terdiri atas 75 karung @ 100kg. Tanda pengenal khusus:
40           Karung tanda pengenal khusus           Rp 2.800.000
30           Karung tanda pengenal khusus           Rp 2.600.000
5             Karung tanda pengenal khusus           Rp 2.400.0000

40 x Rp 2.800.000         = Rp 112.000.000
30 x Rp 2.600.000         = Rp   78.000.000
5 x Rp 2.400.000                       = Rp   12.000.000
Total persediaan akhir                                     Rp 202.000.000

3.6          Metode Rata-Rata Sederhana
Penentuan harga rata-rata dalam metode ini dilaksanakan secara sederhana dengan menentukan harga rata-rata per unit menurut frekuensi pembeliannya tanpa memperhatikan kuantitas dari tiap-tiap pembelian. Untuk memperoleh nilai sediaan, perhitungannya menggunakan sediaan yang ada dikali harga rata-rata yang diperoleh. Berikut ini caranya :
Nilai Persediaan = Jumlah Persediaan x Harga Rata-rata
Contoh :
Total harga per satuan tiap  transaksi pembelian termasuk awal periode. Jumlah transaksi pembelian termasuk persediaan awal periode
Nilai persediaan barang pada tanggal 30 November 2010, yaitu: 25000x2035,71 = Rp 20.892.750,00


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar